Hukum Agama dan Kebudayaan Sebagai Alternatif Hukum Pencegah Korupsi

Betapa rumitnya bangsa ini, untuk sekedar punya kehendak baik saja sangat sulit. Kita memang punya banyak jargon atau lambang kehormatan yang diagung agungkan, tetapi tak urung kita pula yang berulang kali menodainya. Terus menerus, bahkan terlalu banyak yang harus kita prihatinkan. Kalau direnungkan, rasanya sudah terlalu lelah kita mengeja abjadiyah keprihatinan ini.

Episode demi episod arah kehancuran negeri ini terus terbuka. Babak baru skandal korupsi yang kembali muncul keruang publik di awal tahun 2008 menyangkut kepastian hukum mantan penguasa negeri ini presiden Indonesia yang ke-2 yang berkuasa selama 32 tahun, kembali mengisi lembaran sejarah buram bangsa kita. Entah apa yang terjadi, korupsi di negeri ini seakan sudah menggurita bagaikan jamur yang tumbuh subur dimusim penghujan. Seakan tak ada lagi hukum yang jitu untuk membuat jera para pelakunya.

Korupsi; antara kebudayaan atau kebutuhan

Pada awalnya, masyarakat menaruh harapan yang sangat terhadap gencarnya upaya pemerintah dalam upaya pemberantasan korupsi. Banyaknya elemen masyarakat yang terlibat dalam kegiatan anti korupsi juga seakan membawa angin segar dalam menatap perubahan negeri ini, demi tercapainya tujuan bangsa yang bebas dari praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) dimasa yang akan datang. Pasalnya, maraknya praktik KKN yang melanda Indonesia telah terbukti membawa keterpurukan baik dalam segi ekonomi masyarakat maupun dalam tataran moral anak bangsa.

Tapi, jargon anti korupsi yang sering disampaikan kepada masyarakat khususnya bagi mereka yang menduduki kursi rakyat hanya menjadi hiasan dan angin lalu saja. Korupsi seakan sudah menjadi suatu kebudayaan bagi hampir sebagian orang yang menghuni negeri ini. Bagaimana tidak, tindakan memakan hak orang lain atau menggunakan uang rakyat yang dilakukan kebanyakan para pejabat, baik yang duduk dikursi pemerintahan ataupun yang berada dilingkungan swasta saat ini sudah dianggap sebagi sesuatu yang wajar. Mungkin karena terlalu lamanya proses korupsi ini dibiarkan, sehingga prilaku tersebut sudah mengakar dan menjadi sutu kebudayaan dalam masyarakat saat ini.

Lebih parah lagi, Melihat perkembangan perilaku para pejabat saat ini, praktik korupsi tidak bisa dikatakan sebagai suatu kebudayaan lagi, tetapi seakan sudah menjadi kebutuhan yang tidak boleh tidak, harus mereka penuhi.

Dikatakan wajar, karena biasanya untuk mendapatkan suatu jabatan ataupun masuk dalam satu institusi, selalu di barengi dengan money politik. Sehingga, sambil menjalankan tugas sebagai seorang pejabat, dia juga harus berusaha mengembalikan seluruh harta benda yang sudah ia habiskan sebelum mendapatkan jabatan tersebut. Sebagai seorang aktivis, sering saya mendengar komenta pejabat yang mengeluh ”bayagkan saja sama kalian, saya jadi anggota DPR pake uang sendiri, tapi ketika sudah resmi jadi anggota DPR, semua orang datang kerumah minta bantuan dana, untuk pembangunan inilah, acara ini, itu sampai-samapai gaji yang seharusnya saya nikmati untuk keluarga ternytaa amblas juga untuk dibagi-bagi”. Kalau alasannya sudah demikian, lalu bagaimana kemudian hari bangsa ini akan terbebas dari praktek balas budi dan praktek memperkaya diri sendiri dengan mencuri uang rakyat..? Menyedihkan..

Kalau terus seperti itu tentu akhirnya bisa ditebak, konjungsi dari semuanya adalah mundurnya perekonomian masyarakat dan ternodanya citra bangsa timur yang dikenal sebagai negara yang ramah serta menambah penderitaan masyarakat.

Hukuman agama/kebudayaan sebagai alternatif pencegahan

Melihat jejak penanganan dan pencegahan kasus korupsi selama ini yang kurang berjalan (untuk tidak mengatakan mati), terkesan lamban dan efek yang ditimbulkan dari peraturan ataupun tindakan yang di lakukan pemerintah kurang terasa, maka sudah seharusnya pemerintah sebagai stackholders yang diberi mandat oleh masyarakat untuk mencarikan solusi alternatif guna pencegahan korupsi tidak berkelanjutan.

Ada satu tawaran menarik yang mungkin bisa kita renungkan bersama. Pertimbangan Kondisi masyarakat Indonesia yang multi agama, dan spirit masyarakat saat ini yang sedang haus akan perubahan. Maka peran agama dan kebudayaan kiranya bisa dijadikan sebagai alat atau solusi alternatif untuk minimal mencegah keinginan masyarakat untuk melakukan praktek KKN.

Hal ini menjadi menarik, karena selama ini agama dan kebudayaan dianggap sebagai jalan yang paling halus dalam melakukan pendekatan terhadap masyarakat yang secara individu bermasalah ataupun bagi sekelompok masyarakat yang bertikai. Masyarakat lebih takut terhadap hukum agama dan kebudayaan yang akan mereka terima jika melakukan suatu kesalahan, ketimbang takut dengan peraturan yang dibuat oleh pemerintah.

Sebagai contoh, upacara ngaben bagi masyarakat bali adalah sesuatu yang sangat sakral yang harus dilakukan sebagai proses penghormatan terhadap orang yang meninggal. Jika ada orang Bali yang menganut agama Hindu terbukti melakukan tindak kejahatan kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN), maka ia tidak akan dingabenkan ketika meninggal dunia. Hal ini juga berlaku bagi orang NU yang melakukan KKN, misalnya, mereka akan takut untuk melakukan tindakan korupsi karena hukuman yang akan diterima jauh lebih mengerikan (tidak ditahlilkan). Kita tahu bahwa tradisi tahlilan bagi orang NU yang sudah meninggal menjadi suatu keharusan yang tidak bisa tidak, harus dilakukan.

Saya kira, hukuman melalui agama dan kebudayan bagi mereka yang melakukan tindakan kejahatan KKN akan lebih mengena ketimbang hanya dijerat dengan pasal-pasal yang dibuat pemerintah yang masih memungkinkan manusia untuk melakukan pengelabuan terhadap masyarakat dan para penegak hukum. Apalagi jika hukuman ini disepakati oleh semua agama dan menjadi sesuatu yang baku. Wallahu ’a lambishowab!!

Bambang Rismayanto. Penulis adalah aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Ciputat. Aktif juga sebagai volunteer di LSM International Initiatives of Change ( IofC-Indonesia ), sebuah lembaga jaringan internasional bergerak dibidang rekonsiliasi konflik dan perdamaian dunia. Tinggal di jln Ciputat molek III, Kel. Pisangan-Ciputat No. 17, Tangerang. E-mail:che_kha2000@yahoo.com Mobile: 08811646589

Previous
Next Post »
Post a Comment
Thanks for your comment