CINTA DI SENJA PERNIKAHAN


Ada pelajaran bagus untuk kita renungkan.. dari seorang kawan nun jauh disana...


Api cinta yang muncul tak terduga, dari orang-orang yang begitu
berharga, tapi jarang saya sadari kehadirannya, karena terlalu terbiasa."

Beberapa waktu lalu istri saya mengusulkan agar saya berkencan dengan
seorang perempuan lain, besok malam. "Kamu akan mencintainya, " kata istri.
"Apa-apaan sih," protes saya.
"Mengapa kamu tidak ikut?"
"Itu acara kamu berdua dengan dia," jawab istri.

Perempuan yang dimaksudnya adalah ibu saya yang telah lama menjanda.
Saya jarang menemuinya karena kesibukan kerja dan mengurus tiga anak
kami. Malam itu saya telepon ibu, mengajaknya makan malam dan nonton
film. Berdua saja.

"Ada apa dengan istrimu?" kata ibu dari ujung telepon.
Ibu saya adalah tipe yang selalu curiga kalau menerima telepon di tengah
malam atau undangan yang datangnya tiba-tiba. Bagi dia, itu pasti akan
membawa berita buruk.

"Saya pikir, pasti akan menyenangkan kalau kita sekali-sekali ke luar
berdua saja," jawab saya.
"Ibu mau sekali," jawabnya setelah terdiam beberapa lama. Aha, dia
masih curiga.

Besok malamnya, sepulang kantor saya ke rumah ibu. Dia terlihat agak
senewen tapi berdandan resmi sekali. Ibu jelas telah menata rambutnya di
salon, dan dia memakai gaunnya yang terbaik. Gaun yang dipakai pada
pesta ulang tahun perkawinan yang terakhir ketika ayah masih hidup.

Ibu menyambut saya dengan senyum lebar.
"Saya bilang ke kawan-kawan tentang rencana kita ini. Mereka semua
kaget dan merasa ikut senang seperti ibu sekarang" kata ibu seraya masuk
mobil. "Mereka bilang besok pagi ingin tahu ceritanya."

Kami pergi ke restoran yang agak mahal. Suasananya elegan, menyenangkan.
Ibu menggandeng lengan saya ketika memasuki ruangan, persis seperti
first lady. Jalannya anggun.
Saya harus membacakan daftar menu karena ibu tak bisa lagi membacanya
walau dengan kacamata tebal.
Ketika sedang membaca daftar itu, saya berhenti sejenak menengok ke ibu.
Dia sedang memandangi saya dengan senyum kasih.
"Dulu, ibu yang membacakan kamu daftar menu ketika kau masih kecil,"
katanya.
"Sekarang ibu santai saja. Giliran saya yang melayani ibu," jawab saya.
Sambil makan, kami membincangkan banyak hal sehari-hari.
Tidak ada topik yang istimewa tapi obrolan mengalir saja sampai-sampai
kami terlambat untuk menonton film. Mengantarnya pulang, di muka pintu
ibu berkata, "Ibu mau pergi lagi dengan kamu, tapi lain kali ibu yang
bayar." Saya setuju.

"Bagaimana kencanmu?" tanya istri saya di rumah.
"Sangat menyenangkan. Lebih dari yang saya duga. Tadinya tidak tahu
mau ngomongin apa."
Beberapa hari kemudian, ibu meninggal karena serangan jantung. Begitu
tiba-tiba kejadiannya.

Satu minggu berlalu, sepucuk surat tiba dari restoran tempat ibu dan
saya makan malam. Surat itu dilampiri kopi tanda lunas. Ada selembar
kertas diselipkan di situ, bertuliskan:
"Ibu sudah bayar makan malam kita karena rasanya tak mungkin kita makan
bersama lagi. Walaupun begitu, ibu sudah bayarkan untuk dua orang,
barangkali untuk kau dan istrimu. Anakku, besar sekali arti undanganmu
malam itu."

Pada detik itulah saya mengerti apa pentingnya arti bahwa kita
mengatakan kepada orang-orang yang kita sayangi mengenai perasaan kita itu..


Previous
Next Post »

2 comments

Click here for comments
Anonymous
Tuesday, September 09, 2008 ×

seperti cara elang menyergap mangsa. memutar diwal. tetapi langsung tepat sasaran. saya harus banyak belajar dari Njenengan untuk urusan menulis tausiah atau inspiring....

Balas
avatar
admin
Wednesday, September 17, 2008 ×

untuk gus.. saya hanya mencoba belajar memahami.. belajar bertausiah untuk diri sendiri dulu.. mhon doanya..!!!

Balas
avatar
admin
Post a Comment
Thanks for your comment