18 Juni tahun sekian, tangisan pertamaku memecah, seketika ayah & bundaku memanggilku dengan sebutan hangat yudi nurdiansyah. sejak itu keberadaanku diproklamirkan di dunia ini. perjalanan hidupku dimulai di sebuah daerah di wilayah Sukabumi selatan, Jampangkulon tepatnya nama tempat itu, sebuah wilayah yang apabila kita melihat peta berada pas digaris perbatasan antara
Aku dibesarkan dengan cinta dari seorang ibu dan kewibawaan seorang ayah, yang bagiku mereka adalah sosok yang paling kuhargai dan kubanggakan keberadaannya. Tak ada kata yang pantas kiranya untuk mengungkapkan rasa kagumku kepada mereka. Seiring bergulirnya zaman, sang waktu akhirnya mendaulat nama yang sudah diberikan ayah & ibuku, menjadi sebuah sebutan singkat “bembeng” nama satu makanan ringan yang menurut survei dari LSI dan berdata sangat valid, banyak disukai oleh kaum muda dan tua dari semenjak dahulu kala. Dan kini nama tersebut menjadi panggilan resmi untuk kawan-kawanku hampir disetiap lingkungan yang kusinggahi. meskipun ada juga diantara mereka yang masih ngeyel memilih nama panggilanku dengan nama enchek, chekha, bemZ, bembi, bengky, bamZ dan masih banyak lagi; yang sanagat diyakini seperti kata temenku bernama tingtung itu adalah panggilan kesayangan mereka buat ku that's fine...
SDN I Cibodas menjadi saksi sejarah awal mula aku mengenal kehidupan, mulai belajar membaca, berhitung dan segala pengetahuan dasar yang konon katanya harus dimiliki oleh manusia modern sebagai bekal untuk melanjutkan kehidupan yang orang bilang sangat ganas dan kejam. Pengetahuan dan pengalaman hidup semakin bertambah saat aku memutuskan untuk hidup dan melanjutkan pendidikan pada sebuah pondok modern yang bernama Darul ‘Amal. Sebuah lembar kehidupan sudah tersaji disitu menunggu langkahku menuju kematangan sebagai seorang manusia sejati. Akhirnya dengan bismilah aku melangkahkan kaki mencoba membuka tabir misteri yang selama ini manusia tidak pernah mengetahuinya.
Singkat cerita, kehidupan yang kualami ternyata tidak seindah yang dibayangkan. Banyak hal sudah aku alami. Meski umurku belum seberapa, tapi perih, sakit hati, gembira, kecewa bahkan sampai putus asa sudah aku rasai. Lengkap sudah rasanya garam kehidupan yang sudah kugenggam. Sempat aku ingin berhenti dari berlari, Tapi saat itu ternyata Tuhan belum yakin dan merestui aku untuk mengakhiri atau sekedar berhenti sejenak dari rangkaian episod panjang perjalanan hidup ku ini.
Sebuah universitas yang ada diJakarta akhirnya menjadi pelabuhan tak terencana dalam sejarah hidupku. Universitas Islam Negeri Jakarta (UIN) namanya. Kalau orang dulu menyebutnya IAIN atau UNDIP (Universitas Depan IIQ Pas). Di sinilah aku mulai belajar tentang kehidupan yang sesungguhnya, mulai mengisi teka-teki kehidupan dan mencari identitas diri, yang sampai sekarang terkadang aku masih merasa ragu kalau aku sudah menemukan siapa aku sebenarnya? Perlu kalian ketahui, bahwa aku belajar hidup tidak dari kampus yang menjulang tinggi bangunannya yang selalu mengajarkan mahasiswa dan orang-orang sekitarnya tentang kesombongan dan keangkuhan dalam menjalani hidup. Tapi jalanan lebih kupandang sebagai tempatku menyunkan langkah menggali nilai dan falsafah kehidupan yang sekarang masih kupegang erat sebagai prinsip dasar dan bekal untuk aku menjalani kehidupan selanjutnya. Karena dari sudut itulah aku bisa menjelahi segala ruang dan waktu, dan merasakan setiap detik waktu yang terus bergulir.
Hemat kata dan hemat cerita, Akhirnya…dengan segala kekuranganku, izinkan aku dan keakuanku alias kecongkakanku yang telah lama meruang dalam waktu menyapa kalian yang sudah dan akan hadir disekelilingku, untuk bersama mengisi lembar cerita dan menumpah segala rasa….